Gallery

Senin, 13 Maret 2017

Agenda Riset PTKI

Realitas Riset 1. Selama ini dana BOPTN khusus penelitian terkesan dibagi rata. Pemberian dana riset tidak berdasarkan proposal riset yang sesungguhnya. Sehingga, penelitian tidak berujung dan menghasilkan artikel yang diterbitkan pada jurnal terakreditasi nasional atau internasional. 2. Masih minimnya dosen peneliti yang mendaftarkan karya intelektualnya untuk mendapatkan HAKI. Terbukti, hingga sekarang ini baru sekitar 270-an HAKI yang terdaftar di Kemenkumham. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah disen PTKI sekiatr 35 ribu dosen. Ini adalah angka yang sangat memprihatinkan. Untuk sementara dapat disimpulkan bahwa dana penelitian tidak "berbanding lurus" dengan kualitas karya intelektual dosen PTKI. Sehingga perlu menetapkan arah kebijakan baru riset PTKI. Kita harus menemukan cara- cara yang jitu untuk menangani masalah ini. 3. Selama ini terkesan bahwa dosen PTKI masih rendah semangat mereka untuk menerbitkan atau mempublikasikan karya- karya intelektualnya. Perlu kebijakan nasional dan komprehensif untuk ini. Karya- karya dosen kita berakhir dan disimpan di "lorong- lorong sunyi" perpustakaan pribadinya. 4. Perlu menumbuhkan "research culture" di kampus. Ditengarai ada banyak regulasi dan SOP yang tidak pro peneliti. Dosen hanya disibukkan dengan menyusun BKD. Untuk memenuhi seluruh persyaratan BKD dibutuhkan waktu sekitar satu minggu. Karena kalau telat bisa berdampak pada tertahannya dana sertifikasi dosen. Dosen lebih sibuk untuk memenuhi ketentuan BKD-nya daripada menyempurnakan temuan- temuan risetnya. 5. Termasuk regulasi yang tidak pro peneliti adalah rendahnya KUM bagi unsur pengabdian pada masyarakat. Padahal, sekarang ini hampir semua jenis dan kluster pengabdian pada masyarakat sudah berbasis riset. Hasil dan temuan- temuan KKN atau KKS oleh dosen pembimbing pengabdian pada masyarakat masih rendah. Hal ini perlu pembicaraan dan diskusi khusus dengan Kemenpan RB. Agar agenda pengabdian kepada masyarakat betul- betul bisa menjadi agen perubahan nyata pada masyarakat. Dosen dan mahasiswa yang terjun ke masyarakat tidak sekedar menggugurkan kewajiban. Tetapi betul- betul untuk agenda perubahan. Seperti keberpihakan kepada penguatan literacy society dan upaya yang sungguh-sungguh untuk menambah angka middle class society, jumlah kelas menengah Indonesia. Sebab, sebuah bangsa yang kuat karena ditopang oleh jumlah kelas menengah yang signifikan. Demokrasi dan daya saing suatu bangsa sangat tergantung pada jumlah middle class- nya. ( Gerry van Klinken penulis buku The Making of Middle Indonesia: Middle Classes in Kupang town, 1930s-1980s dan In Search of Middle Indonesia, 2016). Itulah yang terjadi di Singapura, Malaysia, Australia, Amerika, Kanada, dan sebagian negara- negara maju di Eropa. 3. Untuk sementara solusi yang dapat ditempuh antara lain: a. Sekecil apa pun dana bantuan riset harus berbasis proposal. b. Perlu refocusing riset PTKI, baik tema maupun agenda- agenda riset. Termasuk di dalamnya riset kebijakan. c. Perlu pelatihan Research Skills kepada dosen pemula. Hal ini penting untuk memberi rangsangan kepada mereka agar mau meneliti. Selama ini ditengarai masih rendahnya semangat dan kemampuan meneliti dosen muda kita. Ada banyak riset yang terlalu deduktif. Padahal yang kita butuhkan adalah riset yang induktif, faktual. Segala sesuatu harus dimulai dari data yang akurat. Bahkan sesungguhnya pengabdian kepada masyarakat harus terus diarahkan berbasis riset. Dari pengabdian kepada masyarakatlah lahir ide- ide riset. Dari risetlah melahirkan teori- teori. Dari teori- teori itulah yang akan diajarkan kepada para mahasiswa. Jadi, untuk maju, tridharma perguruan tinggi harus dibalik. Pengabdian kepada masyarakat yang berbasis riset. Teori- teori ilmu dari hasil riset yang mendalam dan kalau bisa grounded research, jatuh bangunnya sebuah teori ilmu. Kemudian diajarkan dalam kelas. Pada saat yang bersamaan harus berani publikasi ilmiyah. d. Segera membentuk Dewan Riset Nasional e. Kita belum memiliki Rencana Induk Riset Nasional F. Segera membentuk Komite Reviewer Nasional yang bertugas untuk: - Mengawal riset yang relevan dengan kebijakan nasional - Menaksir anggaran riset yang selama ini terkesan "kirologi". Tidak mengacu pada PMK nomor 106. Juga tidak mengacu pada standar nasional budget riset. Bantuan riset disesuaikan dengan DIPA Diktis. Ini tidak sehat. Harus diperbaiki. g. Perlu penguatan MORAREF sebagai Lembaga Pengindeks jurnal on line nasional Kemenag RI dan beberspa jurnal yang terus diadvokasi agar bisa terakreditasi internasional. h. Perlu membuat Profil Bidang Keahlian Dosen. 4. Tema riset nasional juga terkesan tidak terarah dan sporadis. Tidak didasarkan pada kajian yang mendalam. Bahkan terkesan " kirologi". Tema- tema ditetapkan pada pemikiran yang ringan dan diskusi- diskusi pada forum- forum yang sangat terbatas. Sehingga tidak menghasilkan pemikiran yang mendalam. Tema riset nasional yang ditawarkan: a. Hubungan Agama dan Negara b. Indonesia dalam Kajian Asia Tenggara c. Kebhinnekaan d. Inovasi dalam Ilmu Pengetahuan e. Interkonektivitas. f. Isu Radikalisme g. Relasi Indonesia dan Asia Tenggara h. Migrasi ( perpindahan scholar, TKI, China dan India sudah mulai leading). i. Isu Lingkungan Hidup J. Kedaulatan Pangan.

Tidak ada komentar: