Gallery

Rabu, 22 Februari 2017

Guru Inspiratif

Panitia Menyapa: Ikhtiar Mencetak Guru Inspiratif Oleh: Muhammad Zain Musyawarah Kerja Nasional PERGUNU digelar karena berangkat dari sebuah keprihatinan. Bahwa ada yang salah dalam proses pembelajaran dan pendidikan kita. Halmana, peserta didik belum sepenuhnya dapat diandalkan untuk bisa berpikir kreatif, berinovasi dan berdaya saing. Lebih-lebih lagi dengan kenyataan mudahnya tawuran antar pelajar. Fenomena apa ini? Apa yang salah dengan pendidikan kita. Apakah karena guru- gurunya sudah jarang mendoakan murid- muridnya. Para guru sudah sangat asyik dengan sertifikasi guru? Atau para peserta didik yang memang sedari keluarganya sudah banyak masalah? Atau masyarakat kita tengah "galau" dengan perubahan dan globalisasi. Kita tengah mengalami The Future Shock--meminjam istilah Alvin Toffler. Menggugat Pendidikan Menarik membaca pikiran Ken Robinson yang diulas Yuswohady dibawah judul Menggugat "Pendidikan Bonsai". Tragedi terbesar pedidikan dewasa ini adalah tidak membebaskan. Tidak melahirkan manusia merdeka. Tidak mendidik manusia mandiri dan independent. Pendidikan tak ubahnya sebagai alat dan sekrup kapitalisme. Pendidikan dikesankan sebagai alat untuk mencari makan, mengejar kekuasaan, dan untuk menggapai ketenaran. Peserta didik disodori soal-soal multiple choice. Mereka diarahkan untuk mencapai target nilai dan indeks prestasi akademik tinggi. Pendidikan gagal untuk menemukan jati diri pesera didik. Pendidikan sejatinya membebaskan seperti gagasan Paulo Freire. Pendidikan semestinya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan alternatif sejatinya yang lebih holistis, humanis, dan kreatif. Pendidikan mestinya mengedepankan empat dimensi: ekonomis, sosial, kultural dan personal. Pendidikan harus mampu mentransformasi anak didik menjadi manusia dewasa yang berpengetahuan, berkepribadian dan berkearifan, tulis Yuswohady. Persoalan utama dan kegelisahan Robinson adalah How Schools Kill Creativity. Walhasil, pendidikan harus melahirkan sosok kreatif, dan sosok pengubah dunia. Untuk lebih detail, ada buku Tony Wagner, Creating Innovators: The Making of Young People Who Will Change the World, 2015. (Kompas, 11 Januari 2016, h.29). Sebagai ikhtiar untuk mencetak peserta didik yang kreatif dan berinovasi, barangkali tepat untuk mengimplementasikan professional learning. Profesional learning yang dimaksud, pokok- pokok pikirannya sebagai berikut: 1. Anak- anak Indonesia banyak ilmu tetapi kurang praktek, action dan karakter. Oleh karenanya sejatinya pendidikan kita mengajarkan inovasi, kratifitas, critical thinking, action dan character. Karakter ini sebagai softskill sangat penting dan menuntun seseorang mencapai puncak kesuksesan. Dalam bahasa Agama, karakter adalah akhlak. Akhlak sangat utama bagi sebuah generasi bangsa. Innama al umamu akhlaqu ma baqiyat wa in humu zahabat akhlaquhum zahabu. Sebuah bangsa bisa survive jika akhlaknya masih tegak. Ketika akhlak sudah hancur, tamatlah bangsa itu. Demikian petuah Arab yang ditulis oleh Ibnu Ruslan. 2. Bangsa Indonesia dalam hal kehidupan islami ternyata berada pada posisi nomor urut 146 di dunia. Ini menurut riset Hassan Askary. New Zealand menduduki peringkat pertama. Menurut pengalaman Haidar Baqir yang mondar-mandir di negara Selandia Baru ini, kalau kita kebetulan mau menyeberang jalan, lalu tolah-toleh, maka orang -orang di sekitar kita akan dengan ramah bertanya, "Bapak mau ke mana?" Ia menawarkan diri sebagai tempat bertanya. Tentu pemadangan Haidar seperti ini sangat kontras dengan warga Jakarta dan kota metropolis lainyya yang serba sibuk dan sudah sulit bertanya. Kalau pun kita bertanya, biasanya mereka memberikan jawaban sekenanya. 3. Pendidikan kita harus mencreate multi kecerdasan, yakni logika, matematika, dan bahasa. Siswa yang cerdas bukan hanya yang jago matematika dan sains, tetapi juga bagi mereka yang ahli bidang bahasa atau olah raga. Multiple intelligence penting untuk diperhatikan setiap guru. Sebab, faktanya ada anak didik yang terlanjur diclaim anak bodoh hanya karena pelajaran matematikanya tidak memenuhi standar. Padahal yang bersangkutan memiliki keahlian estetik atau kinstetik lainnya. Sehingga pada praktiknya, ada saja guru yang telah membunuh kreatifitas anak. Tanoa sadar guru itu telah membunuh masa depan anak tersebut. 4. Siswa harus dilatih positive discipline. Yaitu siswa dapat berpartisipasi dalam menentukan pilihan. Sebab, anak-anak kalau dipaksa akan cepat bosan. 5.Anak-anak diuji persis seperti apa yang akan dialami dalam kehidupan nyata. Jangan sampai ada soal ujian yang jauh panggang dari api. Soal ujian yang tidak menggambarkan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Jangan mencontoh plot cerita sinetron kita yang cenderung tidak rasional dan realisitis. Tidak merepresentasikan kehidupan nyata yang sesungguhnya. Revolusi Informasi Revolusi Informasi berdampak luar biasa terhadap reformasi pembelajaran. Dari pembelajaran yang terpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berbasis IT. Sehingga seorang guru hanya berfungsi sebagai fasilitator. Dan kalau mereka kurang tanggap, peserta didiknya dapat meninggalkannya. Sebab peserta didik membutuhkan perubahan, bukan hanya seorang guru. Pembelajaran juga harus berbasis riset. Seorang guru terutama dosen harus mengajarkan sesuatu berdasarkan hasil riset yang dilakukannya. Guru tidak boleh hanya mengandalkan pengetahuan 'common sense' kepada siswa-siswinya. Dunia sekarang sudah terkonek dengan dunia lain. The World is flat, kata Thomas Friedman. Kita tidak hidup sendirian. Penguasaan dan pemanfataan teknologi dalam proses pembelajaran adalah suatu kemestian. Informasi menyebar demikian cepatnya. Sekarang sudah era paper less culture. Budaya nir kertas. Penggunaan kertas sudah berkurang atau tidak sama sekali. Face booker society. Masyarakat pengguna face book. Semua informasi biasanya sudah ramai dibicarakan di face book. Demikian pula twitter. Seseorang lebih senang "berkicau" lewat twitter, bahkan seorang presiden sekalipun. Apa yang akan disampaikan oleh seorang guru di kelas, mungkin sudah diketahui oleh para siswanya. Berkat revolusi IT, informasi sangat cepat beredar. Kejadian di suatu daerah terpencil, dalam waktu yang sangat singkat dapat diketahui di belahan dunia lainnya. Itulah dampak Globalisasi. Hampir tidak ada infromasi yang dapat ditutup-tutupi sekarang. Dulu, guru, Kyai sangat dihormati karena merekalah satu-satunya sumber informasi. Sekarang, zaman sudah berubah. Google dan media sosial lainnya sudah menyiapkan lebih dari 70% infromasi yang dibutuhkan manusia. Setiap delapan jam terbit artikel dan buku baru. Dalam hitungan detik, informasi apa pun yang kita butuhkan, dapat dijelaskan oleh Google. Dengan demikian, para pendidik, guru, Kyai, dosen harus mengerti perubahan ini. Materi, metode pembelajaran harus diubah. Kita seharusnya menekankan pada pentingnya critical analysis. Bagaimana menganalisis "tumpukan" atau bahkan "sampah" informasi itu. Hoax sudah bertebaran dan menu sehari- hari bagi pengguna internet. Berhati- hati dan waspadalah! Demikian pula dengan orang tua. Perlu perubahan pola komunikasi dalam mendidik putra-puteri kita. Hampir semua anak usia muda sudah memegang hand phone. Itu berarti, aspek finansial dalam keluarga harus diperhatikan. Seorang orang tua tidak bisa lagi mengandalkan konsep "birr al-walidain", berbakti kepada kedua orang tua untuk menakut-nakuti anaknya agar mereka dihormati. Zaman betul-betul sudah berubah. Seorang anak remaja sudah demikian "gaul". Mereka sudah sangat terkonek dengan seusianya dari selruh belahan dunia. Anak-anak juga semakin cepat dewasa. Bagaimana menanamkan nilai-nilai kebaikan di tengah revolusi teknologi informasi yang demikian ini? Jangan-jangan suatu waktu, anak-anak kita hanya menghormati orang tuanya karena kebetulan merekalah yang melahirkannya. Anak-anak hormat kepada orang tua karena "numpang" lewat lahir ke dunia fana ini. Gawat! Akhirnya, kami atas nama panitia mengucapkan terima kasih yang setulus- tulusnya kepada berbagai pihak yang telah memberi kontribusi demi terselenggaranya acara nasional ini. Kepada Pengurus Besar Nahdhatul Ulama wa bil khusus Ketua Umum Prof. Dr. K. H. Saiq Aqil Siraj, M.A yang atas arahan dan bimbingannya selama ini. Kepada Ra'is Am PBNU, K. H. Ma'ruf Amin atas motivasi dan pemikirannya yang terus menginspirasi jama'ah dan jam'iyah Nahdhatul Ulama. Kepada Dr. K.H. Asep Saifuddin Halim, Ketua Umum PERGUNU, atas bimbingan dan keterlibatan langsung beliau, sehingga kegiatan ini berlangsung dengan lancar. Melihat sosok Kyai Asep Saifuddin, kita teringat dengan mitologi Yunani, Raja Midas, tha Touch of Midas. Apa pun yang disentuhnya akan menjadi emas. Teladan, kerja keras, ketulusan beliau menjadi inspirasi dan penyemangat bagi panitia, pusat dan daerah serta warga PERGUNU. Kepada Tuan Rumah Drs Tuan Guru Taqiyuddin, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al- Mansuryah, Lombok, NTB. Dengan semangat dan "telaga hatinya" keluarga besar pondok ini dapat menyelenggarakan perhelatan nasional ini. Tangan dingin beliau dan keluarga serta keikhlasan adalah modal utama mereka, sehingga acara ini terselenggara dengan baik. Kepada Gubernur NTB, Dr TGB Zainul Majdi, M.A --beserta segenap jajarannya, wakil Gubernur H. Muhammad Amin dan Kepala Biro NTB--sebagai umara dan ulama, kita menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya. Kita do'akan beliau agar diberi amanah yang lebih besar di negeri tercinta ini, Indonesia. Kepada Bapak KAPOLDA NTB dan beserta jajarannya, atas perhatian dan bantuan keamanan selama acara berlangsung. Kepada. Bapak Bupati Lombok dengan jajarannya, terima kasih atas support dan kerjasamanya selama ini. Kepada wartawan atas kerja samanya menyebarkan informasi kepada segenap lapisan masyarakat, sehingga acara ini terinformasi dengan baik sampai lapisan masyarakat paling bawah. Kepada seluruh alim- ulama, para guru Nahdhatul Ulama sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, terima kasih atas do'a dan ketulusannya dalam mendidik anak bangsa ini, sehingga Indonesia masih bisa tegak dan berdaulat sampai hari ini. Berkat jasa dan baktimulah, sehingga anak- anak bangsa ini bisa tegak kepalanya setara dengan bangsa- bangsa lainnya di dunia internasional. Akhirnya, kami memohon maaf, sekiranya ada hal yang kurang pas selama acara ini berlangsung. Kekurangan fasilitas, hospitality, penjemputan, menu makanan yang sangat sederhana, kami mohon maaf. Yang pasti semua menu yang kami hidangkan, sehat dan dijamin halal. Abu A'la al- Ma'arry pernah berkata: iza atatka madzammaty min naqish-in. Fa hiya al- syahadat-u ly bi anny kamil-un. Jika sampai berita kekurangan diriku kepadamu. Itu pertanda kesempurnaan akan diriku. Wa Allah al- muwaffiq ila aqwam al- tharieq Wassalamu 'alaikum warahmatullah wabarakutuh.

Tidak ada komentar: