Gallery

Jumat, 12 Juli 2019

Filosofi Buku

Suatu hari saya menikmati berbagai koleksi Perpustakaan Nasional, di jl Medan Merdeka, Jakarta. Setelah puas membaca sejumlah buku, saya pun bergegas pulang ke kantor Kementerian Agama RI, Jl. Husni Thamrin, nomor 6, Jakarta Pusat. Sambil berjalan ke halaman depan perpustakaan yang megah itu, saya melirik ke samping kiri dan kanan. Ternyata pada ruang tamu di gedung depan terdapat satu dinding yang memuat pernyataan, pesan dan kesan para tokoh "perbukuan". Kata-kata dan "mantra" mereka, saya kutipkan sebagai berikut: 1. Bahkan Firman Tuhan disebut buku. (Prof. Dr. Koentowidjoyo, Sejarawan dan Novelis) 2. Perpustakaan adalah benteng terakhir kemanusiaan (Hawe Setiawan, 2014). 3. Dengan membaca, aku melepaskan diri dari kenyataan, yaitu kepahitan hidup. Tanpa membaca, aku tenggelam dan sedih (Ahmad Wahib). 4. Bukalah setiap buku sejarah. Sehalaman demi sehalaman. Akan tuan dapati si penjajah itu (Belanda) terlukis sebagai pedagang yang rakus (Cipto Mangunkusumo) 5. Sekolah-sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi juga keluarga di rumah harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itu harus berasal (R.A Kartini). 6. Setiap tempat adalah sekolah. Setiap orang adalah guru. Setiap buku adalah ilmu. 7. Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, dan memperhalus perasaan (Gus Dur). 8. Kutu-kutu lebih rajin membaca buku dibanding mahasiswa, juga dosen-dosennya. Perpustakaan bekerja amat santai, bahkan ada hari ketika perpustakaan menganggur sama sekali. Mahasiswa hanya menjadi konsumen komoditas eceran di pusaran ilmu (Nurcholis Madjid). 9. Membaca surat kabar, ibarat meminum air laut (St Roehana, Kudus). 10. Buku dan perpustakaan harus ditarik segaris dengan dimensi manusia. Berpacaranlah di perpustakaan. Sepi dan sejuk. Buku adalah guru yang tidak pernah marah. Buku adalah teman setia bersama anda, di mana saja, kapan saja, kecuali ketika menyelam di laut atau bersembunyi di kolong selama gerhana (Bondan Winarno). 11. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Pramoedya Ananta Tour). 12. Kalau cuma makan. Binatang juga bisa makan. Lantas, kalau cuma pakaian, binatang juga punya bulu. Buku, bisa membaca, itulah yang membuktikan manusia punya keberagaman, punya kebudayaan, punya peradaban. (Ca Bau Kan: Hanya Sebuah Dosa). 13. Pembaca yang baik tidak ingin memperlakukan seperti orang dungu yang perlu dinasehati pengarang yang latah tanpa kepekaan, ibarat memancing atau menjaring di kolam mandul (Sejumlah esei sastra, Budi Darma).