Gallery

Minggu, 03 September 2017

Rindu Rasjidi

Prof H.M. Rasjidi adalah seorang sarjana muslim Indonesia yang tangguh. Beliau memiliki tradisi akademik timur tengah dan barat. Sedari kecil sudah hafal al- Quran 30 juz. Lahir di Kota Gudeg Yogyakarta. Beliau pernah tinggal di Mesir dan Kanada. Dan hal yang menarik, beliau mengambil program doktoralnya di Sorbonne University. Sorbonne University adalah universitas tua yang merupakan tempat belajar dan mengajar para orientalis. Prof Rasjidi juga adalah Menteri Agama RI yang pertama. Untuk mengenang jasa beliau, di Kemenag sekarang ada sebuah Aula yang diberi nama H.M. Rasjidi. Setiap membaca buku dan pikiran Prof Harun Nasution, saya selalu teringat H.M. Rasjidi. Dua buku laris karya Prof Harun Nasution dikritik habis Prof Rasjidi. Buku Filsafat dan Mistisisme Islam dan Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Sayang sekali, Prof Harun Nasution tidak memberikan bantahan atau komentar terhadap kritik H.M Rasjidi tersebut. Barangkali karena ketawadhuan beliau kepada H.M. Rasjidi sebagai mentor yang telah mengarahkan Prof Harun Nasution untuk mengambil studi doktoralnya di McGill University, Canada. Prof Harun ke Kanada atas jasa Prof Rasjidi. Atau barangkali karena Prof Harun sudah menyadari bahwa Prof Rasjidi tidak perlu ditanggapi karena beliau berbeda perspektif dalam masalah- masalah yang disampaikannya. Energi positif kita lebih baik diarahkan kepada hal- hal produktif demi kemajuan dan pembaruan pemikiran keagamaan di Indonesia. Saya tergelitik cara Prof Rasjidi mengkritik siapa pun yang dianggap melenceng. Dan saya kira tradisi akademik seperti ini juga perlu dilestarikan. Salah satu kritik Rasjidi yang menarik perhatian saya adalah ketika beliau mengkritik Dr Karel A. Steenbrink. Karel menulis penelitian serius lewat bukunya: Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19. Prof Rasjidi memberi tiga catatan, sebagai berikut: 1. Syarat untuk menulis sejarah adalah penghayatan atau intuisi--meminjam istilah Bergson, filosof Prancis. Yakni sikap bersatu dengan apa yang ditulisnya. Dalam hal ini kami merasakan kekuarangan ini. .....karena pengarang--Dr Karel-- pada dasarnya adalah seorang sarjana theologi Kristen. Cara penyajiannya terhadap peristiwa-peristiwa penting seperti Perang Diponegoro, Perang Padri dan Perang Aceh tidak dapat diterima dengan rasa puas, ibaratnya hidangan nasi goreng yang lezat tetapi banyak gabah yang tercampur dengan nasi. 2. Kita harus ingat bahwa sejarah adalah science conjecturale, pengetahuan dugaan, artinya kebenaran sejarah tidak seperti kebenaran ilmu eksperimental. Sejarah selalu mengandung unsur jiwa penulisnya, sedang matematika dan ilmu eksperimental mengandung kepastian yang sangat besar. 3. Abad ek-19, Indonesia belum mengetahui pengetahuan-pengetahuan modern sama sekali. Seluruh bangsa- bangsa Islam hidup dalam kungkungan kitab-kitab yang tertulis pada zaman stagnasi pemikiran. Demikian kritik Prof Rasjidi. Tajam dan tetap memegang kaidah- kaidah akademik. Itulah sebabnya, sehingga Prof Rasjidi biasa disebut sebagai "Benteng pertahanan Umat". Dulu, kita berharap tradisi kritik demikian itu dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Kita berharap banyak Ridwan Saidi--budayawan-- dan Dr Daud Rasyid bisa melanjutkannya. Tetapi ternyata tidak bisa melakukan hal yang sama. Tradisi kritik itu hanya berakhir pada era H. M Rasjidi.

Tidak ada komentar: