Sabtu, 24 Desember 2016
Korea Selatan
Korea Selatan pada tahun 1945 hanyalah sebuah kota miskin. Korea Selatan masa itu senasib dengan Indonesia. Negara yang menderita karena rezim militer dan dampak perang dunia. Wilayah kotanya hanyalah daerah kumuh. Dengan kerja keras, dan pendidikan, Korea Selatan kini sudah menjadi kota metropolis. Kota yang melahirkan produk- produk elektronik yang merajai dunia. Nokia duku jaya. Sekarang Nokia seakan ditelan bumi. Samsunglah yang menjadi pemenang. Hand phone atau gadget cerdas hanyalah merek Samsung atau Oppo. Nokia sudah tidak bisa lagi berkutik. Nokia bahkan sudah bangkrut dan sudah dibeli oleh Microsoft.
Mengapa demikian? Orang Korea Selatan 20'tahun lebih belajar ke Eropa dan Amerika. Mereka dikenal sebagai bangsa pekerja keras. Belajar yang sungguh- sungguh.
Dari sisi agama, memang Korea Selatan bernasib sama dengan China. Mereka mengalami spiritual void. Kekosongan spiritual. Mereka mayoritas beragama Budhdha dengan memegang teguh prinsip- prinsip Konfusianis. Sekitar 30% mengaku menganut Kristen Katolik. Dan 23% menganut Protestan. Pertanyaanya kemudian, apakah Islam menjadi pilihan juga? Ternyata, Orang Korea Selatan tidak banyak yang beragama Islam. Apakah karena agama Islam tidak ada seorang da'i yang mumpuni yang bisa meyakinkan bangsa Korea bahwa Islam sebagai agama pilihan? Padahal,dari segi konsep, Islam ada banyak kemiripan dengan Konfusianisme. Sachiko Murata dan Tu Wei Ming telah menulis buku dengan judul The Tao Of Islam untuk Prof Sachiko Murata. Dan yang satunya lagi karya bersama.
Kerja keras bangsa Korea terlihat pada kesungguhan mereka dalam studi. Mereka rata- rata meninggalkan kampus pada jam 10 malam. Sedang bangsa Jepang rata- rata keluar kampus jam 9 malam. Memang standar Korea Selatan, selalu melampaui bangsa Jepang. Produk- produk Korea Selatan selalu di atas produk- produk Jepang. Sesungguhnya, ini memiliki dasar historis. Halmana, bangsa Korea Selatan sakit kepada bangsa Jepang. Tetapi dalam arti positif. Mereka menjawab dengan kerja keras. Mereka belajar dengan sangat keras melampaui rata- rata orang Jepang.
Enam puluh tahun yang lalu, Korea Selatan hanyalah sebuah negara yang membangun ekonominya di atas tanah gurun. Sekarang bukan hanya sebagai negara yang termasuk 11 negara terkuat dari sisi ekonomi, tetapi juga sebagai negara demokrasi yang menggetarkan ( a vibrant democracy) dan negara yang memiliki kekuatan budaya baru ( an emerging cultural force). Proses transformasi Korea Selatan dibahas secara komprehensif dalam buku Daniel Tudor, Korea: The Impossible Country, 2012. Shout Kore'as amazing rise from the ashes: the inside story of an economic, political, and cultural phenomenon.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar