Sewaktu masih kuliah program pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, akhir tahun 1990-an, saya mengikuti promosi doktor Bapak Mundzir Hitami. Salah seorang promotor beliau adalah Prof. dr Kuntowijoyo, budayawan. Waktu itu pak Kunto sudah sakit dan tidak bisa bicara. Beliau hanya menulis pidato, dan dibacakan oleh Prof Amin Abdullah. Pak Kunto sesekali tersenyum mendengarkan pidatonya dibacakan. Isi lengkap pidato tersebut, sebagai berikut:
Assalamu alaikum wr.wb.
Saudara Doktor Munzir Hitami,
Saya mendapat kehormatan sebagai orang pertama yang mengucapkan selamat dan menyapa Saudara dengan gelar akademis doktor. Ketahuilah menyandang gelar setinggi itu susah susah senang. Susahnya, pertama, dengar gelar itu tanggung jawab semakin besar. Omong apa saja pasti dipercaya orang tetapi kemudian ditanya, " referensinya mana, pak? "
Padahal kita berpikir kalau sudah doktor tidak usah pakai referensi sebab sudah punya otoritas. Susahnya lagi, ini yang kedua, kalau beli apa apa tidak boleh menawar. Kalau nekad menawar di Yogya orang akan bilang, wong doktor kok ndremis! Tahu apa arti ndremis? Artinya, tidak ketulungan pelitnya. Senangnya ialah dunia akademis terbuka lebar, segalanya tergantung kita sendiri. Maju atau tidak, kita sendirilah yang menentukan.
Saudara Doktor Munzir Hitami,
Kami tahu Saudara adalah pemberani. Jarang orang berani merantau meninggalkan keluarga selama delapan tahunan, sejak 1990. Barangkali hanya orang Padang dapat menandingi Saudara. Orang Jawa yang punya semboyan " makan tidak makan asal kumpul" sudah pasti tidak. Pada 1991 Saudara dstang kepada saya, mengatakan akan menulis sesuatu tentang filsafat sejarah dan meminta saya jadi pembimbing II. Saya kemudian tahu bahwa Saudara ke Negeri Belanda dengan onsor INIS-- bersama ini kami ikut mengucapkan banyak terima kasih kepada INIS. Kira kira pada 1995 Saudara kembali ke saya. Waktu itu calon- disertasi sudah tertulis, tinggal lagi konsultasi-konsultasi. Saudara mondar-mandir Pekanbaru-Jakarta-Yogyakarta. Itu semua kebanyakan dengan ongkos sendiri, karena beasiswa sudah habis. Karenanya kami juga ingin ikut mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah membantu moril maupun materiil. Percayalah, bantuan itu tidak akan sia-sia.
Menulis disertasi sungguh memerlukan waktu. Sepantasnyalah ucapan selamat tertuju pula kepada keluarga Saudara: kepada ibu Syartini HAR dan kepada putri-putir Fitria Octina, Madyantini Rahmawita, dan Nurhikmah Ramadona. Selama suami dan ayahanda menulis disertasi tentu pengorbanan yang luar biasa diperlukan. Itu semua, yang ikut menderita moril maupun materiil, pastilah keluarga. Moril, karena selama itu, Saudari saudari sudah terenggut kebahagiaannya. Materiil, karena selain biaya perjalanan, Saudara Munzir Hitami selama di yogya pernah kehilangan komputer.
Saudara Doktor Munzir Hitami,
Disetasi adalah karya pertama, bukan karya terakhir. Jangan seperti sajak Chairil Anwar, " sekali berarti, sudah itu mati" tetapi bersemboyanlah " aku mau hidup seribu tahun lagi". Kekayaan dan kekuasaan bisa didapatkan dengan mendadak. Orang bisa tiba tiba kaya karena menang lotre, mendapat warisan, memperoleh harta karun, atau KKN. Orang bisa tiba- tiba berkuasa karena limpahan wewenang, kup, atau revolusi. Dengan mengecualikan mukjizat, ilham, ilmu laduni, dan dukun tiban, orang tidak bisa tiba-tiba berilmu. Ngelmu iku klakone kanthi laku, semua ilmu didapat dengan usaha. Karena itu jangan takut mendapat kesulitan, mari kita berusaha sekeras- kerasnya. Sekali lagi selamat. Sekian.
Wassalamu alaikum w.w.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar