Masyarakat Arab yang dimana wahyu untuk pertama kali
diturunkan adalah masyarakat dagang disamping yang lainnya hidup nomad
(beternak dan bertani). Itulah sebabnya, Nabi saw. dalam praktiknya disamping
beliau sebagai pedagang juga memberi petunjuk berbisnis yang benar, yakni
berkesesuaian dengan syari’at Islam. Berikut dikemukakan beberapa contoh
petunjuk Nabi saw. yang dimaksud:
Rasulullah saw. melarang untuk
menjemput orang desa untuk membeli barang dagangan mereka.
Rasulullah saw. melarang orang kota untuk menjemput
orang-orang desa yang masih berada di luar kota untuk membeli barang dagangan
mereka, dengan harga yang murah. Beberapa riwayat yang menyebutkan larangan ini
adalah sebagai berikut:
2017- حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ الْعُمَرِيُّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّلَقِّي وَأَنْ يَبِيعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ
Hadis dari Abu Hurairah, bahwa Nabi
saw. melarang menjemput pedagang dari luar kota, dan melarang orang kota
membeli barang orang-orang desa.[1]
2020- حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَبِيعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا تَلَقَّوْا السِّلَعَ حَتَّى يُهْبَطَ بِهَا إِلَى السُّوقِ
Hadis dari Abdullah, bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda: Tidak boleh sebagian di antara kalian membeli barang
dagangan dari penjualan (di atas penawaran) orang lain. Dan tidak boleh
menjemput para penjual sampai ia meletakkan barang dagangannya di pasar.[2]
2021- حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ نَافِعٍ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ كُنَّا نَتَلَقَّى
الرُّكْبَانَ فَنَشْتَرِي مِنْهُمْ
الطَّعَامَ فَنَهَانَا النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ نَبِيعَهُ
حَتَّى يُبْلَغَ بِهِ
سُوقُ الطَّعَامِ قَالَ
أَبُو عَبْد اللَّهِ
هَذَا فِي أَعْلَى
السُّوقِ يُبَيِّنُهُ حَدِيثُ
عُبَيْدِ اللَّهِ
Dari Abdullah,
kami menjemput para pedagang dari luar kota, kami membeli barang dagangannya
(berupa bahan pokok makanan). Lalu Nabi saw. melarang kami untuk membelinya
sampai mereka meletakkannya di pasar makanan....[3]
2022- حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوا يَبْتَاعُونَ الطَّعَامَ فِي أَعْلَى السُّوقِ فَيَبِيعُونَهُ فِي مَكَانِهِ فَنَهَاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعُوهُ فِي مَكَانِهِ حَتَّى يَنْقُلُوهُ
Riwayat dari Abdullah, (mereka)
melakukan transaksi jual-beli makanan di pasar atas, dan mereka pun menjualnya
di tempat pembeliannya. Lalu, Rasulullah saw. melarang mereka menjualnya
sebelum barang jualan tersebut berpindah tempat.[4]
Larangan Nabi saw. tersebut di atas dimaksudkan agar
orang desa tersebut memiliki kesempatan memasuki kota dan dapat menjual barang
dagangannya dengan harga yang layak. Hal ini juga mengindikasikan adanya kebebasan
perdagangan dan merupakan salah satu upaya untuk mempersingkat mata rantai
antara produsen dan konsumen.[5]
Tis’ah
al-ash’ari al-rizq min al-tija>rah (perolehan rejeki itu 90% dari hasil
perdagangan). al-Quran membicarakan perdagangan dengan menggunakan tema al-tijarah (perdagangan dan jual-beli). Berikut akan
dipaparkan beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan mengenai prinsip-prinsip
dan etika bisnis.
Q.S. al-Baqarah
[2]:282:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ
بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا
عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ
وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي
عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ
فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ
فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ
الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى
وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ
صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا
تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا
شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ .
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada hutangnya. Jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu).
Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka
seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang
itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika
muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika
kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
Ayat terpanjang
dalam al-Qur’an adalah ayat yang baru saja dikutip. Dan hal yang menarik adalah
ayat tersebut bukanlah ayat mengenai soal ibadah mahdhah (murni), tetapi
mengenai transaksi jual-beli yang harus dicatat.
Kalau kita
perhatikan masyarakat Arab di mana al-Qur’an diturunkan pada masa Nabi saw.
hidup adalah masyarakat yang ummi (tidak tahu tulis-baca). Tetapi mengapa
al-Qur’an memerintahkan untuk mencatat setiap transaksi bisnis waktu itu? Tentu
hal ini merupakan petunjuk betapa pentingnya pencatatan tersebut. Bahkan, di samping
pencatatan, ayat di atas juga mengharuskan adanya dua saksi yang terpercaya.
Demikian seterusnya.
QS. al-Nisa’
[4]: 29:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Ungkapan “tijarat-an
‘an taradhin minkum” merupakan asas berbisnis, yakni saling meridhai dan
tanpa unsur paksaan antara kedua belah pihak. Jadi, unsur “saling meridhai”;
rela antara kedua pihak adalah prinsip utama dalam menjalankan bisnis. Tidak
ada penipuan dan keuntungan sepihak. Banyak riwayat yang menggambarkan perilaku
bisnis Nabi saw. Tentu saja untuk mengkaji masalah ini membutuhkan kajian
khusus.[6]
Wa Allah a'lam.
[1]
Lihat Imam al-Bukhary, S{ah}i>h},
hadis nomor 2017
[4]Lihat Ibn Hajar al-‘Asqalany, Fath} al-Ba>ry,
Juz V, hlm. 113-116.
[5]Lihat K.H. Ali Yafie, dkk., Fiqih Perdagangan Bebas,
(Jakarta: Teraju/Kelompok Mizan, 2003), hlm. 5.
[6]Lihat umpamanya karya Afzalur Rahman, Muhammad as a
Trader, 1982.
1 komentar:
Subhanallah...
Posting Komentar