Gallery

Jumat, 30 September 2016

Hidup Bahagia

Hidup bahagia sangat ditentukan pada perspektif kita. Suatu hari saya menghadiri pertemuan dengan Fakultas Ushuluddin UIN SAS, Surabaya. Sebelum saya memasuki ruangan, saya sudah membayangkan wajah murung dan tidak bahagia para dosen tersebut. Barangkali, karena pengalaman berinteraksi dengan umumnya dosen Ushuluddin yang kurang mahasiswa, dan prodi-prodi yang dikembangkannya bukanlah prodi yang laris- manis seperti Ilmu Kedokteran, Keperawatan dan Psikologi. Beberapa menit kemudian, ternyata asumsi saya keliru. Ternyata para dosen yang saya temui adalah orang- orang yang menikmati kehidupan. Di antara mereka saling "melempar" humor. Setiap statement saya selalu "dibumbui" dengan humor- humor segar yang tentu " menghangatkan" suasana. Saya merasa, suasana waktu itu sangat cair. Suasananya friendly. Sangat bersahabat. Sejurus kemudian, saya mempersilakan mereka untuk menikmati coffee break. Ya, ada yang langsung nyeletuk. Mumpung kopinya masih aktual. Apa rahasinya? Rupanya mereka memiliki perspektif tersendiri dalam menjalani kehidupan ini. Ya perspektif. Bahwa setiap pengalaman dalam kehidupan haruslah memperkaya kehidupan. Bahwa pengalaman akan membuat kita lebih arif dan bertumbuh menjadi lebih dewasa. Kalau lagi memiliki banyak uang dan kelimpahan rezeki, perbanyaklah bersyukur. Sebaliknya, kalau lagi terhimpit kesulitan hidup, bersabarlah. al-Ghaniy al- syakur, wa al- faqir al- shabur, sabda Nabi shalla Allah 'alaih wa sallama. Perspektif. Pertanyaan berikutnya, apakah agama masih merupakan sumber kebahagiaan? Atau agama justeru mengekang kebebasan manusia. Mengapa "yang asyik- asyik itu" dilarang? Mengapa seni dan keindahan biasa berseberangan dengan kebaikan menurut (tokoh) agama. Mengapa rambut wanit harus ditutup. Mengapa wajah yang cantik juga harus disembunyikan. Mengapa tertawa dilarang? Saya teringat novel karya Umberto Eco, the Name of Rose. Bahwa petualangan dan detektif mencari misteri tewasnya para pembaca buku di sebuah perpustakaan tua. Setiap orang yang berhasil membuka lembaran tertentu pada buku tua itu, pasti berakhir dengan kematian. Why? Ternyata di dalam buku filsafat tersebut tertulis pendapat filosof Yunani, Aristoteles, bahwa dilarang tertawa. Apakh benar kehidupan dunia ini adalah penjara baginseorang beriman, dan surga bagi orang kafir. Hadis ini ditulis dan dibahas dalam kitab al- Fath al- Rabbany karya syeikh Abdul Qadir al- Jailany. Kitab ini memuat 62 bab yang berisi nasehat dan petuah- petuah agama agar manusia tetap di jalan yang benar. Yakni dengan cara bertasawuf tetapi tetap menjalankan syari'at. Khusus bab tadi memuat nasehat agar manusia tidak tergelincir dan terperdaya oleh tipu mushlihat dunia. Dunia itu penuh pesona. Dunia bahkan oleh para sufi ditamsilkan seperti ular. Ular lembut, tetapi harus hati- hati. Kalau sering bermain- main dengan ular berhati- hatilah sewaktu- waktu dapat mematokmu. Untuk hidup bahagia harus kembali kepada spiritualitas Islam yang sangat kaya itu. Jalaluddin Rumi lewat kitab al- Mathnawi al- Maknawi, Fihi ma Fihi, dst akan membuka jalan lebar untuk menggapai hidup bahagia yang sesungguhnya.

Muhammad: Dokter Jiwa

Dr. thaha Husain, dalam kitabnya 'Ala Hamisy al- Sirah menulis satu bab khusus yang menggambarkan Nabi Muhammad shalla Allah alaih wa sallama sebagai "dokter jiwa", thabib nafsani. Bagaimana sosok Sufyan ibn umayyah dan al- Haris ibn Hisyam yang tadinya sebagai orang yang paling memusuhi Nabi, tiba- tiba menjadi "kekasih" Nabi. Kekerasan dan kesombongan Sufyan dan al- Haris luluh di depan Nabi. Bahkan pada penghujung hidupnya kedua pembesar Quraisy ini menjadi pembela Islam. Sufyan dan al- Haris, keduanya ikut perang Hunain. Apakah rahasia Sufyan memeluk Islam dan berbalik mencintai Nabi? Nabi Muhammad shalla Allah alaih wa sallama telah memberiku hadih 100 unta di hari Hunain. Padahal, dialah orang yang paling saya benci, kata Sufyan. Berarti engkau mencintai Nabi karena hadiah, tanya kawan dekatnya. Tolol, demi Allah. Nabi memberi sesuatu kepadaku padahal aku kaya dan mampu. Aku mencintainya karena Allah yang memberinya ilmu untuk mengobati sakit di jiwaku, tegas Sufyan. Subhanallah. Demikianlah sang Nabi, dokter jiwa. Pada episode lainnya, konon, Hindun, isteri Sufyan juga sangat membenci nabi dan keluarganya. Hindunlah yang memakan hati Hamzah pada perang Uhud. Hindunlah biang kerok pecahnya perang Uhud. Hindunlah yang membacakan syair- syair perjuangan kafir Quraisy sehingga mereka dapat memenangkan perang Uhud. Tetapi setelah memasuki "bilik" Nabi beliau tersenyum. Dan menyatakan bersyahadat dan memeluk agama Islam. Di sinilah kehebatan Nabi. Kelembutan hati Nabi yang dipenuhi rahmat kasih sayang membuat Arab Jahiliyah tertarik memeluk Islam. Kelembutan hati Nabi adalah kunci sukses dalam berdakwah. Kelembutan laksana air. Air dengan kelembutannya dapat menundukkan gunung dan bumi sekali pun. Kelembutan akan mendatangkan kekuatan yang maha dahsyat. fa bima rahmatin linta lahum....Wa lau kunta fadzdzan ghalidz al-qalbi lan fadhdhu min haulika....Dengan rahmat Allah, berlemah lembutlah engkau kepada mereka. Sebab, kalau engkau keras mereka akan menghindarimu...

Muhammad: Dokter Jiwa

Dr. thaha Husain, dalam kitabnya 'Ala Hamisy al- Sirah menulis satu bab khusus yang menggambarkan Nabi Muhammad shalla Allah alaih wa sallama sebagai "dokter jiwa", thabib nafsani. Bagaimana sosok Sufyan ibn umayyah dan al- Haris ibn Hisyam yang tadinya sebagai orang yang paling memusuhi Nabi, tiba- tiba menjadi "kekasih" Nabi. Kekerasan dan kesombongan Sufyan dan al- Haris luluh di depan Nabi. Bahkan pada penghujung hidupnya kedua pembesar Quraisy ini menjadi pembela Islam. Sufyan dan al- Haris, keduanya ikut perang Hunain. Apakah Sufyan memeluk Islam dan berbalik mencintai Nabi? Nabi Muhammad shalla Allah alaih wa sallama telah memberiku hadih 100 unta di hari Hunain. Padahal, dialah orang yang paling saya benci, kata Sufyan. Berarti engkau mencintai Nabi karena hadiah, tanya kawan dekatnya. Tolol, demi Allah. Nabi memberi sesuatu kepadaku padahal aku kaya dan mampu. Aku ,encintainya karena Allah yang memberinya ilmu untuk mengobati sakit di jiwaku, tegas Sufyan. Subhanallah. Demikianlah sang Nabi, dokter jiwa. Pada episode lainnya, konon, Hindun, isteri Sufyan juga sangat membenci Mabi dan keluarganya. Hindunlah yang memakan hati Hamzah pada perang Uhud. Hindunlah biang kerok pecahnya perang Uhud. Hindunlah yang membacakan syair- syair perjuangan kafir Quraisy sehingga mereka dapat memenangkan perang Uhud. Tetapi setelah memasuki "bilik" Nabi beliau tersenyum. Dan menyatakan bersyahadat dan memeluk agama Islam. Di sinilah kehebatan Nabi. Kelembutan hati Nabi yang dipenuhi rahmat kasih sayang membuat Arab Jahiliyah tertarik memeluk Islam.

Hidup Bahagia

Hidup bahagia sangat ditentukan pada perspektif kita. Suatu hari saya menghadiri pertemuan dengan Fakultas Ushuluddin UIN SAS, Surabaya. Sebelum saya memasuki ruangan, saya sudah membayangkan wajah murung dan tidak bahagia para dosen tersebut. Barangkali, karena pengalaman berinteraksi dengan umumnya dosen Ushuluddin yang kurang mahasiswa, dan prodi-prodi yang dikembangkannya bukanlah prodi yang laris- manis seperti Ilmu Kedokteran, Keperawatan dan Psikologi. Beberapa menit kemudian, ternyata asumsi saya keliru. Ternyata para dosen yang saya temui adalah orang- orang yang menikmati kehidupan. Di antara mereka saling "melempar" humor. Setiap statement saya selalu "dibumbui" dengan humor- humor segar yang tentu " menghangatkan" suasana. Saya merasa, suasana waktu itu sangat cair. Suasananya friendly. Sangat bersahabat. Sejurus kemudian, saya mempersilakan mereka untuk menikmati coffee break. Ya, ada yang langsung nyeletuk. Mumpung kopinya masih aktual. Apa rahasinya? Rupanya mereka memiliki perspektif tersendiri dalam menjalani kehidupan ini. Ya perspektif. Bahwa setiap pengalaman dalam kehidupan haruslah memperkaya kehidupan. Bahwa pengalaman akan membuat kita lebih arif dan bertumbuh menjadi lebih dewasa. Kalau lagi memiliki banyak uang dan kelimpahan rezeki, perbanyaklah bersyukur. Sebaliknya, kalau lagi terhimpit kesulitan hidup, bersabarlah. al-Ghaniy al- syakur, wa al- faqir al- shabur, sabda Nabi shalla Allah 'alaih wa sallama. Perspektif. Pertanyaan berikutnya, apakah agama masih merupakan sumber kebahagiaan? Atau agama justeru mengekang kebebasan manusia. Mengapa "yang asyik- asyik itu" dilarang? Mengapa seni dan keindahan biasa berseberangan dengan kebaikan menurut (tokoh) agama. Mengapa rambut wanit harus ditutup. Mengapa wajah yang cantik juga harus disembunyikan. Mengapa tertawa dilarang? Saya teringat novel karya Umberto Eco, the Name of Rose. Bahwa petualangan dan detektif mencari misteri tewasnya para pembaca buku di sebuah perpustakaan tua. Setiap orang yang berhasil membuka lembaran tertentu pada buku tua itu, pasti berakhir dengan kematian. Why? Ternyata di dalam buku filsafat tersebut tertulis pendapat filosof Yunani, Aristoteles, bahwa dilarang tertawa. Apakh benar kehidupan dunia ini adalah penjara baginseorang beriman, dan surga bagi orang kafir. Hadis ini ditulis dan dibahas dalam kitab al- Fath al- Rabbany karya syeikh Abdul Qadir al- Jailany. Kitab ini memuat 62 bab yang berisi nasehat dan petuah- petuah agama agar manusia tetap di jalan yang benar. Yakni dengan cara bertasawuf tetapi tetap menjalankan syari'at. Khusus bab tadi memuat nasehat agar manusia tidak tergelincir dan terperdaya oleh tipu mushlihat dunia. Dunia itu penuh pesona. Dunia bahkan oleh para sufi ditamsilkan seperti ular. Ular lembut, tetapi harus hati- hati. Kalau sering bermain- main dengan ular berhati- hatilah sewaktu- waktu dapat mematokmu. Untuk hidup bahagia harus kembali kepada spiritualitas Islam yang sangat kaya itu. Jalaluddin Rumi lewat kitab al- Mathnawi al- Maknawi, Fihi ma Fihi, dst akan membuka jalan lebar untuk menggapai hidup bahagia yang sesungguhnya.

Hidup Bahagia

Hidup bahagia sangat ditentukan pada perspektif kita. Suatu hari saya menghadiri pertemuan dengan Fakultas Ushuluddin UIN SAS, Surabaya. Sebelum saya memasuki ruangan, saya sudah membayangkan wajah murung dan tidak bahagia para dosen tersebut. Barangkali, karena pengalaman berinteraksi dengan umumnya dosen Ushuluddin yang kurang mahasiswa, dan prodi-prodi yang dikembangkannya bukanlah prodi yang laris- manis seperti Ilmu Kedokteran, Keperawatan dan Psikologi. Beberapa menit kemudian, ternyata asumsi saya keliru. Ternyata para dosen yang saya temui adalah orang- orang yang menikmati kehidupan. Di antara mereka saling "melempar" humor. Setiap statement saya selalu "dibumbui" dengan humor- humor segar yang tentu " menghangatkan" suasana. Saya merasa, suasana waktu itu sangat cair. Suasananya friendly. Sangat bersahabat. Sejurus kemudian, saya mempersilakan mereka untuk menikmati coffee break. Ya, ada yang langsung nyeletuk. Mumpung kopinya masih aktual. Apa rahasinya? Rupanya mereka memiliki perspektif tersendiri dalam menjalani kehidupan ini. Ya perspektif. Bahwa setiap pengalaman dalam kehidupan haruslah memperkaya kehidupan. Bahwa pengalaman akan membuat kita lebih arif dan bertumbuh menjadi lebih dewasa. Kalau lagi memiliki banyak uang dan kelimpahan rezeki, perbanyaklah bersyukur. Sebaliknya, kalau lagi terhimpit kesulitan hidup, bersabarlah. al-Ghaniy al- syakur, wa al- faqir al- shabur, sabda Nabi shalla Allah 'alaih wa sallama. Perspektif. Pertanyaan berikutnya, apakah agama masih merupakan sumber kebahagiaan? Atau agama justeru mengekang kebebasan manusia. Mengapa "yang asyik- asyik itu" dilarang? Mengapa seni dan keindahan biasa berseberangan dengan kebaikan menurut (tokoh) agama. Mengapa rambut wanit harus ditutup. Mengapa wajah yang cantik juga harus disembunyikan. Mengapa tertawa dilarang? Saya teringat novel karya Umberto Eco, the Name of Rose. Bahwa petualangan dan detektif mencari misteri tewasnya para pembaca buku di sebuah perpustakaan tua. Setiap orang yang berhasil membuka lembaran tertentu pada buku tua itu, pasti berakhir dengan kematian. Why? Ternyata di dalam buku filsafat tersebut tertulis pendapat filosof Yunani, Aristoteles, bahwa dilarang tertawa. Apakh benar kehidupan dunia ini adalah penjara baginseorang beriman, dan surga bagi orang kafir. Hadis ini ditulis dan dibahas dalam kitab al- Fath al- Rabbany karya syeikh Abdul Qadir al- Jailany. Kitab ini memuat 62 bab yang berisi nasehat dan petuah- petuah agama agar manusia tetap di jalan yang benar. Yakni dengan cara bertasawuf tetapi tetap menjalankan syari'at. Khusus bab tadi memuat nasehat agar manusia tidak tergelincir dan terperdaya oleh tipu mushlihat dunia. Dunia itu penuh pesona. Dunia bahkan oleh para sufi ditamsilkan seperti ular. Ular lembut, tetapi harus hati- hati. Kalau sering bermain- main dengan ular berhati- hatilah sewaktu- waktu dapat mematokmu. Untuk hidup bahagia harus kembali kepada spiritualitas Islam yang sangat kaya itu. Jalaluddin Rumi lewat kitab al- Mathnawi al- Maknawi, Fihi ma Fihi, dst akan membuka jalan lebar untuk menggapai hidup bahagia yang sesungguhnya.

Selasa, 27 September 2016

The God Delusion

Suatu pagi di London, kami berkunjung pada sebuah Sekolah Menengah Pertama. Kami melakukan studi banding pengajaran agama di sekolah umum. Kami bertemu dengan Bu Emily. Seorang guru agama yang energik dan antusias dalam mengajar. Ia tampak disenangi oleh murid-murid dan kawan sejawatnya. Penampilannya kasual. Familiar. Dan juga cantik. Di penghujung acara saya sempat bertanya mengenai beberapa buku pajangan di belakang mejanya. The God Delusion, karya Richard Dawkins, salah satu buku yang berjejer di perpustakaan mini miliknya. The God Delusion adalah buku yang kontroversial yabg mempropagandakan atheisme lewat pendekatan sains (biologi). Dalam karyanya ini, Dawkin berulang kali memproklamirkan dirinya sebagai seorang atheis. Dan dalam batas-batas tertentu kuga ia seorang agnostik. Ia berkeyakinan bahwa Tuhan personal dan maha pencipta secara sains sudah tidak ada. Tuhan pencipta supranatural bisa dipastikan tidak ada. Bahwa kepercayaan tentang ada Tuhan personal atai dewa hanyalah hayalan. Delusi. Pada bagian introduction bukunya itu, ia berkisah tentang pengalaman isterinya yang gelisah belajar agama. Untuk apa pelajaran agama ini. Bukankah agama tidak mengantar para penganutnya hidup damai dan bahagia. Ada banyak orang yang sudah gamang dan segera hendak meninggalkan agama yang dipeluk orang tua mereka. Anda bisa menjadi seorang atheis yang bahagia, waras, bermoral dan puas secara intelektual, imbuhnya. Sebab, ada banyak orang yang secara intelektual menonjol tidak percaya kepada agama Kristen, tetapi mereka menyembunyikannya dari publik, karena mereka khawatir akan kehilangan penghasilan, Bertrand Russel, filosof. ( h.127). Kritik terhadap eksistensi dan kehadiran agama bermunculan. John Lennon, artis merindukan dunia tanpa agama. Mungkinkah kehidupan lebih baik dan lebih damai tanpa agama. Peristiwa 9/11 karena fanatisme agama. Perang Salib yang menelan korban sangat besar dan terjadi dalam kurung waktu 200 tahun. Agama Islam disebarkan juga dengan kekuatan militer yang sangat kuat. Agama Kristen juga demikian. Yahudi apalagi. Gerakan jihadis dan kekerasan atas nama Tuhan karena agama juga. Bahkan Graham Fuller menulis buku: The World without Islam. Apa jadinya dunia tanpa Islam. Tentu kita tidak pernah mengenal madrasah. Kita tidak akan tahu Taliban. Kita tidak akan berkenalan dengan kaum jihadis. Selanjutnya, gerakan God without religion juga menguat. Di samping gerakan liberal thinker. Para pemikir bebas tumbuh subur. Pertanyaannya kemudian, akankah agama formal akan ditinggalkan sebagaimana telah diramalkan John Naisbit 20 tahun yang lalu. Bahwa ada kecenderungan agama formal akan ditinggalkan. Spirituality yes, and organized religion no. Inilah tantangan kita. Inilah tantangan agama-agama besar dunia. Agama harus tampil mencerahkan. Bahwa agama harus mendamaikan dan mensejahterakan umatnya. Agama jangan dikacaukan oleh kepentingan politik umat dan para aktivis agama. Bahwa agama sejatinya mengajarkan dan menganjurkan kebaikan. Tetapi ketika agama diseret- seret ke ranah politik tentulah akan menimbulkan permusuhan dan ceceran darah. Bahwa penelitian Karen Armstrong, politik dan penguasaan atas lahan serta ladang minyaklah yang memicu pertumpahan darah atas nama Tuhan (agama).

The God Delusion

Suatu pagi di London, kami berkumjung pada sebuah Sekolah Menengah Pertama. Kami melakukan studi banding pengajaran agama di sekolah umum. Kami bertemu dengan Bu Emily. Seorang guru agama yang energik dan antusias dalam mengajar. Ia tampak disenangi oleh murid-murid dan kawan sejawatnya. Penampilannya kasual. Familiar. Dan juga cantik. Di penghujung acara saya sempat bertanya mengenai beberapa buku pajangan di belakang mejanya. The God Delusion, karya Richard Dawkins, salah satu buku yang berjejer di perpustakaan mini miliknya. The God Delusion adalah buku yang kontroversial yabg mempropagandakan atheisme lewat pendekatan sains (biologi). Dalam karyanya ini, Dawkin berulang kali memproklamirkan dirinya sebagai seorang atheis. Dan dalam batas-batas tertentu kuga ia seorang agnostik. Ia berkeyakinan bahwa Tuhan personal dan maha pencipta secara sains sudah tidak ada. Tuhan pencipta supranatural bisa dipastikan tidak ada. Bahwa kepercayaan tentang ada Tuhan personal atai dewa hanyalah hayalan. Delusi. Pada bagian introduction bukunya itu, ia berkisah tentang pengalaman isterinya yang gelisah belajar agama. Untuk apa pelajaran agama ini. Bukankah agama tidak mengantar para penganutnya hidup damai dan bahagia. Ada banyak orang yang sudah gamang dan segera hendak meninggalkan agama yang dipeluk orang tua mereka. Anda bisa menjadi seorang atheis yang bahagia, waras, bermoral dan puas secara intelektual, imbuhnya. Sebab, ada banyak orang yang secara intelektual menonjol tidak percaya kepada agama Kristen, tetapi mereka menyembunyikannya dari publik, karena mereka khawatir akan kehilangan penghasilan, Bertrand Russel, filosof. ( h.127). Kritik terhadap eksistensi dan kehadiran agama bermunculan. John Lennon, artis merindukan dunia tanpa agama. Mungkinkah kehidupan lebih baik dan lebih damai tanpa agama. Peristiwa 9/11 karena fanatisme agama. Perang Salib yang menelan korban sangat besar dan terjadi dalam kurung waktu 200 tahun. Agama Islam disebarkan juga dengan kekuatan militer yang sangat kuat. Agama Kristen juga demikian. Yahudi apalagi. Gerakan jihadis dan kekerasan atas nama Tuhan karena agama juga. Bahkan Graham Fuller menulis buku: The World without Islam. Apa jadinya dunia tanpa Islam. Tentu kita tidak pernah mengenal madrasah. Kita tidak akan tahu Taliban. Kita tidak akan berkenalan dengan kaum jihadis. Selanjutnya, gerakan God without religion juga menguat. Di samping gerakan liberal thinker. Para pemikir bebas tumbuh subur. Pertanyaannya kemudian, akankah agama formal akan ditinggalkan sebagaimana telah diramalkan John Naisbit 20 tahun yang lalu. Bahwa ada kecenderungan agama formal akan ditinggalkan. Spirituality yes, and organized religion no. Inilah tantangan kita. Inilah tantangan agama-agama besar dunia. Agama harus tampil mencerahkan. Bahwa agama harus mendamaikan dan mensejahterakan umatnya. Agama jangan dikacaukan oleh kepentingan politik umat dan para aktivis agama. Bahwa agama sejatinya mengajarkan dan menganjurkan kebaikan. Tetapi ketika agama diseret- seret ke ranah politik tentulah akan menimbulkan permusuhan dan ceceran darah. Bahwa penelitian Karen Armstrong, politik dan penguasaan atas lahan serta ladang minyaklah yang memicu pertumpahan darah atas nama Tuhan (agama).

Finlandia

Ingat. Nokia, ingat Finlandia. Helsinki adalah kota tempat persembunyian Hasan Tiro, pendiri Gerakan Aceh Merdeka. Finlandia adalah negeri yang dipenuhi hutan. Finlandia termasuk negara terbaik nomor wahid dunia untuk indeks transparansi, zero corruption. Suatu waktu perjalanan dari Pekanbaru ke Jakarta, saya satu kursi dengan pak Martti. Martti adalah seorang yang berkapebangsaan Finlandia. Ia sudah tiga puluh tahun bekerja sebagai water management di Pekanbaru dan beberapa wilayah lahan gambut di Indoensia. Seperti Kalimantan Tengah, Palangkaraya dan Papua. Ia banyak bercerita tentang keindahan Indonesia. Kehebatan diversity, kemajemukan budaya dan suku di Indonesia. Ia juga suka memelihara anjing. Karena sejak muda, ia senang berburu babi di hutan. Kalau babinya sudah kalah, maka anjing- anjing akan mendekat dan menggigit babi hasil buruannya. Babi akan duduk bersandar tanda sudah kalah. Babi yang kelelahan hanya akan duduk sambil menggerakkan giginya untuk menakut- nakuti si anjing. Martti belajar bebrburu dari seorang Dayak. Ada kenikmatan tersendiri dalam berburu tersebut, akunya. Saya ditanya, Anda dari mana? Dari Sulawesi, jawabku singkat. Oh, Sulawesi. Sulawesi itu adalah bahasa Finlandia. Sulawesi artinya air yang tidak beku. Ada banyak kampung dan kota di Sulawesi berasal dari bahasa Finlandia. Muna bermakna telur. Raha artinya uang. Latu maknanya jejak sky. Piru artinya setan. Pak Martti juga bercerita bahwa ia pernah tinggal di Laos, Vietnam. Laos kala itu termasuk daerah yang sangat miskin. Masyarakatnya bercocok tanam. Padi. Dalam satu hektar hanya bisa menghasilkan satu ton beras. Pak Martti juga memperlihatkan keahliannya untuk mengenali sungai- sungai sepanjang pulau Sumatera. Ke mana saja ia pergi, ia selalu membawa peta. Ada peta Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Semua wilayah yang pernah didatanginya pasti dimerahin. Di Kalimantan, Berau ia juga pernah tinggal di sana. Ada Banteng katanya. Ia tidak suka memakan telur Penyu. Amis katanya. Ia juga bercerita tentang 15% orang Finlandia yang tidak beragama. Bukan berarti mereka ateis. Semua kota di Finlandia pasti ada gereja, tetapi kosong. Orang Finlandia banyak yang menganut agama Kristen Protestan. Pak Martti termasuk tipe yang humoris. Ia pernah diajari orang Batak semua kata- kata kasar. Dan sewaktu ia belanja di Medan, ia menawar harga. Dan si Batak terus bertahan pada harga barang dagangannya. Pak Martti mengeluarkan kata- kata kasar tersebut, dan si Batak tertawa dan terus memberikan barang dagangannya dengan harga si Martti. Perkele adalah kata kasar orang Finlandia. Biasanya diungkapkan pada saat seseorang sudah lama tidak bertemu. Finlandia adalah negara yang rawan salju. Nopember, Desember dan januari adalah puncak salju di sana. Pak Martti biasa mengalami minus 40 derajat celcius. Sangat dingin. Kalau ada orang kencing, maka air seninya membeku sebelum tiba di tanah. Demikian pula orang yang meludah. Finlandia hanya berpenduduk 5,2 juta jiwa. Ada sekitar 2,3 juta jiwa yang tinggal di daerah selatan. Dan selebihnya tinggal di daerah utara yang sangat jarang penduduknya. Indoensia jauh kebih indah dan menyenangkan, kata pak Martti. Meskipun, dua minggu lagi dari sekrang, pak Martti akan bertolak ke Finlandia. Ia akan menetap di sana. Dengan tiga putera- puterinya, dan seorang isteri. Bagaimana dengan anjingnya?

Senin, 26 September 2016

Annemarie Schimmel Lagi

Saya terpesona dengan riwayat dan karier intelektual Annemarie Schimmel. Beliau adalah penulis Barat yang otoritatif tentang mistisisme Islam dan sejarah Nabi Muhammad shalla Allah 'alaih wa sallama. Karya- karya Jalaluddin Rumi, Al- Hallaj, dan Sir Muhammad Iqbal bisa dipahami dengan baik dan utuh lewat karya brilian Annemarie Schimmel. Annemarie Schimmel menggambarkan perjalanan hidup dan karier akademiknya lewat artikel " A Life of Learning". Bahwa hidup ini adalah seluruhnya adalah proses untuk terus belajar. Tiada kata akhir untuk belajar sebagaimana halnya tidak ada kata akhir untuk kehidupan.....althought it seems that the time of learning might now draw to aclose, yet I understand that every moment-- event the most unpleasant one -- teaches me something and that every experience should be incorporated into my life to enrich it. For there is no end to learning as there is no end to life. Schimmel juga mengutip Sir Muhammad Iqbal bahwa " Surga adalah tidak ada hari libur....Heaven is no holiday". Belajar bagi saya adalah mentransformasikan pengetahuan dan pengalaman menjadi kearifan dan cinta. Learning is to me, transforming knowledge and experience into wisdom and love. Jasa terbesar Annemarie Schimmel adalah membawa "realitas" Islam ke dunia Barat....terinspirasi dengan catatan: in Memoriam: Annemarie Schimmel, Briring the reality of Islam to the West, 2003. Bahwa ketika fatwa kontroverial Ayatollah Khomeini tentang hukuman mati bagi Salman Rusydie. Oleh Ayatollah Khomeini, Salman Rusydie telah menghina Islam dan Nabi Muhammad Shalla Allah 'alaih wa sallama lewat novelnya, The Satanic Verses, Ayat- ayat Setan. Annemarie Schimmel lewat komentarnya di Televisi bisa memahami fatwa Khomeini tersebut. Beliau juga menyatakan bisa memahami perasaan umat Islam tentang penghinaan kepada nabinya. Atas pernyataan simpatik Annemarie Schimmel ini, beliau dituding telah mendukung Islam garis keras. Bahwa beliau menulis buku banyak tentang Iran, tetapi tak satu pun yang ia tulis tentang kekerasan yang terjadi di negeri Persia tersebut. Atas komentar Annemarie ini, filosof Jurgen Habermas juga menyalahkannya. Tetapi Schimmel tetap saja pada pendiriannya. Ia tetap pada pandangan bahwa agama Islam adalah rahmatan li al- 'alamin. Dan Muhammad adalah utusan Allah dan kekasih- Nya. Professor Schimmel bekerja dengan penuh energi. Ia menulis dengan penuh passion. Cinta yang menggelora. Pada wawancara bulan Desember 2002, beliau masih menghabiskan waktu untuk menulis dan membaca di perpustakaan 12 sampai 13 jam per- hari. Ketika usia beliau sudah mencapai 80 tahun. Ketika ditanya tentang rencana masa depannya, jika beliau dikaruniai umur yang panjang, beliau mengutip sastrawan Ruckert: " If I am to live another ten years, I have enough work to do. If I am to die tomorrow, I have worked enough." That's very simple". Berbuat dam bekerjalah yang terbaik selama hayat masih dikandung badan. Halsama juga pernah ditanyakan kepada seorang tokoh hadis terkemuka, Prof Musthafa A'zamy. Ketika beliau sudah uzur dan berumur di atas 80 tahun. Beliau masih sangat energik dan menghabiskan waktunya lebih sepuluh jam per hari untuk mengkaji dan meneliti hadis. Lalu, ditanya, mengapa beliau demikian kuat untuk belajar. Apa rahasianya, mengapa beliau memiliki fisik yang demikian kuat. Ia menjawab, bahwa barangkali karena sejak kecil, beliau hidup di desa. Setiap paginya harus melewati pematang di sawah, dan membuat fisiknya tambah kuat. Kita berharap akan terus bertemu denang tokoh- tokoh pembelajar seumur hidupnya.

Jumat, 16 September 2016

Kesalahan

Kesalahan semestinya tidak membuat seseorang kehilangan muka. Kesalahan justeru tempat untuk belajar. Orang Amerika bisa memberi kesempatan kepada seseorang yang pernah berbuat salah untuk kembali ke arena.