Gallery

Sabtu, 25 April 2015

Cilacap

Nusakambangan. Pulau yang penuh gegap gempita. Teroris, gembong narkoba, koruptorbkelas kakap pasti identik dengan pulau Nusakambangan. Eksekusi mati juga di Pulau Nusakambangan. Ternyata Nusakambangan adalah tempat yang eksotik. Pantainya yang bersih dengan ombak yang susul menyusul. Selama ini, Nusakambangan terkesan angker dan menakutkan. Pulau Nusakambangan sudah lama dikenal. Sejak usia sekolah dasar, saya sudah mengenal Nusakambangan. Tanggal 27 april 2015, saya mendapatkan kesempatan untuk orasi ilmiyah pada acara wisuda sarjana di IAIG Cilacap. Institut Agama Islam Imam al Ghozali, Cilacap. iAI ini sedang bertranformasi menjadi sebuah Universitas. universitas Nahdhatul Ulama, Cilacap. Dalam orasi ilmiyah ini saya menegaskan beberapa hal. Yakni: (1). Pentingnya para alumni mengenal sosok Imam al Ghazali sebagai tafa'ulan dalam memberi nama perguruan tinggi ini. Imam Ghazali adalah sufi, filosof, fuqaha, dan teolog. Beliau pada umur 33 tahun sudah mendapatkan gelar professor, dan menjabat sebagai rektor universitas Nizhamul Muluk. Perguruan tinggi yang bergengsi kala itu. Pada usia di atas 40 an, beliau melakukan pengembaraan intelektual yang mengantarkannya menjadi seorang sufi. Dalam pengembaraannya, beliau mendapatkan pencerahan spiritual. Ilmu fiqih, ilmu kalam dan filsafat yang selama ini digelutinya tida mengantarkannya kepada kebenaran hakiki dan kebahagiaan. Imam Ghazali, nasehat, dan pemikirannya hampir setiap harinya dikutip. Bahkan ada yang berpendapat bahwa orang yang paling sering dikutip setelah Nabi Muhammad shalla Allah alaih wa sallama adalah Imam al Ghazali. Beliau juga melahirkan banyak karya yang bermutu tinggi, antara lain: Ihya Ulum al din, al Munqidz min al Dhalal, Tahafut al Falasifah, Mikyar al 'ilmi, Kimia al. Sa'adah, al Mustashfa, dst. Dari berbagai kitab yang ditulisnya menunjukkan kepakaran beliau. Semua kitabnya menjadi referensi utama dalam bidangnya sampai hari ini. Sewaktu saya kuliah di UIN jogja, direktur Program pascasarjana, Prof Nourouzzaman Shiddiqi menganjurkan kepada para mahasiswa agar tidak lagi mengajukan judul tesis dan disertasi tentang Imam al Ghazali. Sudah lebih empat ratus tulisan, disetasi, tesis, dan skripsi tentang Imam al Ghazali. (2). Para alumni dan sarjana adalah komunitas bangsa yang akan mendorong Indonesia sebagai literacy society. Masyarakat sadar baca. Seperti kita ketahui bahwa tahun 2015 ini, Indonesia masuk dalam kategori masyarakat nol buku. Masyarakat kita baru mampu membaca buku dua puluh tujuh halaman dalam satu minggu. Sedang masyarakat yang litarsinya baik harus membaca buku rata-rata 300 halaman per minggunya. Ini sesuatu yang sangat mencengangkan. Mengapa di era teknologi digital yang kesempatan begitu luas, masyarakat kita belum sadar baca. Yang terjadi justeru sebaliknya, masyarakat kita terkenal cerewet. Terbukti facebook dan twitter sangat digemari. Bahkan bos facebook dan twitter berencana mendirikan cabang di Jakarta. Pqra sarjana dan alumni Pergruan tinggi diharapkan dapat mensupport masyarakat menjadi sadar baca. Semakin maju suatu bangsa semakin tinggi minat bacanya. (3). Fenomena conservative turn. Upaya dan gerakan pembalikan wajah Islam kembali kepada konservatisme. Conservative turn ini berdampak pada corak keberislaman yang tidak toleran, menolak demokrasi, dan terkadang ditandai dengan kekerasan. Ada kelompok tertentu yang merasa memiliki hak paten Islam. Merekalah yang paling berhak menafsirkan dan memaknai Islam. Paham di luar kelompoknya adalah keliru dan harus dikelmbalikan kepada jalan yang benar. Perguruan tinggi harus memnga bil peran dalam mengubah cara pandang keberagamaan yang demikian itu. Ayat ayat jihad dicampuraduk dengan ayat-ayat perang. Al jihad dan al qital cenderung disamakan. Menariknya kelompom Islam garis keras ini sudah menyusup masuk ke lembaga-lembaga semacam Majelis Ulama Indonesia, Nahdhatul Ulama, dan Muhammadiyah. Lembaga-lembaga ini selama ini dikenal sebagai lembaga yang mengusung dan menegakkan civil society, masyarakat terbuka dan berkeadaban.

Rabu, 22 April 2015

Mati Karena Batu Akik

Batu akik sangat fenomenal. Bahkan seorang kawan berkisah bahwa ketika melaksanakan umrah, ia sempat mengambil bongkahan batu di Madinah. Setibanya di tanah air, batu tersebut digosok. Ternyata keras, dan berubah warna, bisa menyaingi batu akik. Berita Kompas, ada anak meninggal hangut di sungai Ciliwung. Ada pedagang batu akik, sekeluarga, ayah, anak-bini meninggal di mobil dagangannya. ampelas habis karena menggosok batu. kalah dengan ampelas untuk menggosok kusen. Di pinggir jalan yang dulunya tempat berjualan langsat, dukuh dan durian berganti dengan tempat berjualan bongkahan batu. Ada banyak jenis batu, seperti kalimaya Susu, Kalimaya teh, kecubung wulung, kecubung teh, safir biru, badar sulaiman, badar besi, pasir intan, batu gambar semar, mata harimau, sisik naga merah, batu Bacan, batu siklop, batu Garut, Batu kalwing, Batu Giok, Zamrud, lumut biru, raflesia, bio solar, dst. Pagi pejabat yang senang batu, konon untuk menambah marwah. Bagi kebanyakan pecandu batu memakainya sebagai asesoris. Ada juga orang iseng, memakai batu mulia sebagai alat untuk berkomunikasi dengan komunitas pecinta batu. Demikian seterusnya. Oleh banyak pengamat batu, baru kali ini fenomena batu demikian menjamur. Hampir seluruh pelosok nusantara memiliki batu mulia. Memang dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki julukan Zamrud Khatulistiwa. Saya tidak tahu, mengapa banyak orang betul-betul gila batu. Ada berita, ada orang yang tega mencuri batu nisan pak Bagong (ayah Budayawan Butet) untuk digosok menjadi batu mulia. Bahkan ada yang mau mati karena "batu".

Era Digital

Era digital telah mengubah pergaulan sosial. Kedai kopi sudah menjadi Kafe. Kedai kopi juga sudah berubah fungsi. Semula sebagai tempat ngobrol, bersenda-gurau, melempar humor dst. Sekarang sudah menjadi tempat untuk mencari "sunyi". Kafe-kafe dilengkapi dengan perangkat Wifi gratis. Orang duduk bersebelahan sibuk dengan diri dan dunianya masing-masing. Mereka sudah tidak slaing menyapa lagi. Kafe telah menjadi tempat untuk menyendiri. Orang berhadapan tetapi tidak saling menyapa. Di kereta, para penumpang saling berhimpitan, tetapi tidak saling menyapa. Sikut-sikutan. Lutut bertemu lutut, dengkul bertemu dengkul, tetapi tidak saling menyapa. Demikian beberapa kesimpulan dari tulisan inspiratif Damhuri Muhammad, "Pergaulan tanpa Perjumpaan", dalam Kompas, 18 April 2015. Lanjut Damhuri, mencari alamat tidak lagi menyapa orang di pinggir jalan. Orang lebih memilih percaya dan menggunakan GPS, Global Positioning System. Kita tidak lagi membangun silaturahim dengan orang-orang yang kita temui sepanjang pencarian alamat tadi. Era digital membuat kita asosial? Semestinyalah, era digital semakin memperkokoh kohesi sosial kita. Oleh karena itu, barangkali format relasi sosial di era digital perlu direkonstruksi. Bahwa dengan kemajuan teknologi IT, maka sesungguhnya kohesi sosial semakin mudah. Kita bisa dengan mudahnya saling menyapa hatta orang di belahan benua yang sangat jauh. Tetapi, era digital juga bisa "menjauhkan" orang yang sangat dekat kita. Ada banyak peristiwa, seorang ayah, ibu dan anak-anaknya berjalan santai ke mal, tetapi mereka asyik dengan dirinya sendiri. Mereka tidak lagi menikmati kebersamaan dengan keluarga. Mereka asyik membangun komunikasi jarak jauh dengan rekan kantor, teman bisnis, dst. Sang anak juga larut dengan sms atau main facebook dengan teman sekolah dan kuliahnya. Sang ibu juga asyik dengan daftar belanja yang telah dipersiapkan dari rumah. Demikianlah, era digital telah memporak-poranda sistem dan bangunan sosial kita. Kita harus pandai-pandai dalam memanfaatkan media sosial.

Senin, 06 April 2015

Anugerah Kemajemukan

Salah satu isu yang menyeruak akhir-akhir ini adalah menguatnya paham radikalisme agama. Aliran Islam garis keras. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme membredel sekitar 21 situs yang ditengarai mering mengupload paham radikalisme agama. Protes pun sampai dibahas di DPR. Radikalisme agama memang sesuatu yang berbahaya. Kebenaran mutlak dan tunggal hanya milik satu golongan tertentu. Truth claim menjadi mutlak. Siapa pun yang berbeda berarti sesat. Dan yang paling berbahaya adalah pihak yang berbeda dituduh sesat dan halal darahnya. Barangkali buku Religious Diversity in Muslim-Majority States in Southeast Asia Areas of Toleration and Confligt, 2014 karya Bernhard Platzdasch dan Johan Saravanamuttu bisa memberi pencerahan. Buku ini memuat studi tentang realitas kemajemukan di dua negara ASEAN, Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia, kasus syiah Sampang, Ahmadiyah, dan sikap toleransi dalam tubuh NU dan Muhammadiyah, relasi muslim dan keristen pasca konflik di Ambon, identitas kultur masyarakat Cina Muslim, tarik menarik santri abangan, dst.